BEM BSA FAIB official website | Members area : Register | Sign in
Selamat Datang di Website Resmi BEM BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

BEM BSA UIN Sunan Kalijaga

Dalam website ini, Anda dapat mengakses berbagai informasi mengenai UIN, FAIB, Jurusan dan BEM BSA diantaranya:

  • Profil, Berita, Agenda, Forum Diskusi dan Staf BEM BSA. Silahkan klik salah satu menu pilihan yang berada diatas halaman ini.
  • Informasi Mengenai Jurusan dan BEM BSA, seperti profil, visi, misi, tujuan, karya ilmiah, aktivitas akademik, Forum Diskusi, kampus, mahasiswa, galeri foto. Untuk lebih jelasnya, silahkan klik salah satu Kategori yang berada di sebelah kanan halaman ini.
  • Apabila ada kritik, saran dan masukan untuk BEM BSA. Anda bisa menghubungi kami langsung secara online dengan mengirimkan pesan ke alamat email atau ke Kantor sekretariat Kami.

Syukron 'Ala Husni Ihtimamikum

NAHWU SAJA BELUM CUKUP!

Senin, 21 November 2011

Share this history on :
NAHWU SAJA BELUM CUKUP!
Khairon Nahdiyyin*
Sebagai sistem tanda, bahasa memiliki dua aspek, yaitu penanda dan petanda.. Penanda dalam bahasa berwujud bunyi dalam bahasa lisan, atau tulisan ortografis dalam bahasa tulis. Masing-masing dari wujud tersebut memiliki struktur yang secara konvensional berlaku dalam masyarakat pemakainya. Sementara itu, petanda berupa makna konseptual yang diberikan oleh masyarakat pemakainya pada penanda tersebut. Dua aspek ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena yang satu mengandaikan adanya yang lain. Oleh karena demikian, maka dalam mempelajari bahasa, apapun bahasanya, dua aspek tersebut harus dilibatkan secara bersama-sama, tidak boleh satu aspek diprioritaskan dengan mengabaikan aspek yang lainnya.

Umum dipegangi dan diyakini oleh sebagian besar pelajar bahasa Arab, bahwa inti bahasa Arab terletak pada gramatikanya yang disebut dengan Nahwu-Sharf. Bahkan dikatakan, bahwa ilmu ini dianggap sebagai orang tua atau bapak-ibunya pengetahuan (abu al-ulum wa umuha). Selanjutnya dinyatakan, dengan menguasai ilmu tersebut, secara otomatis bahasa Arab sudah dikuasai. Anggapan ini tidak sepenuhnya dapat diterima, karena ilmu ini hanyalah satu aspek dari dua aspek bahasa sebagai tanda seperti yang disebutkan di atas. Bahkan, ilmu inipun hanya salah satu sisi dari sejumlah sisi penanda bahasa Arab. Dalam banyak kasus, pengetahuan tentang gejala nahwu dan saraf sangat bergantung pada aspek petanda. Pengetahuan kita mengenai konsep semantik dari bunyi dan kata pada tataran paling rendah sangat membantu kita membaca dengan benar sekaligus dapat memahami dengan tepat. Nahwu dan Saraf hanya berfungsi  sebagai salah satu tanda semata  dalam sistem bahasa Arab.

Gramatika Arab, Nahwu dan Saraf, secara umum memiliki dua aspek yang menjadi wilayah pokok kajiannya, pertama aspek bacaan,  kedua, tata urutan bunyi suatu kata dalam Saraf atau tata urutan kata dalam kalimat pada konteks Nahwu. Ilmu ini berupa kaidah-kaidah, atau abstraksi, yang dibangun berdasarkan data-data kebahasaan terkait aspek-aspek tersebut. Kepastian atau ketepatan dalam membunyikan bacaan dan meletakkan urutan bunyi atau kata, dalam proses pengujaran, berkaitan erat dengan, dan bahkan ditentukan oleh, makna yang ingin disampaikan oleh pemakai bahasa.  Dalam proses pembacaanpun, penentuan cara baca yang benar secara nahwi-sarfi berhubung erat dengan pemahaman atas makna yang dimaksud. Dengan demikian, ada kaitan yang kuat antara pesan yang disampaikan dengan model penanda yang akan diwujudkan, dalam konteks penutur, dan antara penanda yang ada dengan pemahaman, dalam konteks pembaca.
Beberapa contoh kalimat berikut ini dapat menjelaskan uraian di atas.
1.    يعد بعض الناس العربية أصعب اللغات فى العالم.
2.    تعد هذه المشكلة قديمة قدم ظهور الإنسان فى العالم.
3.    تعد الأم الطعام فوق المائدة.
4.    لم تعد البنت باكية.
5.    يعدنا الرئيس بحضور الحفلة هذا اليوم.
6.    لم يعد الطفل إلى جهة أشار إليه والده.   
Contoh-contoh sederhana di atas memperlihatkan variasi bacaan kata yang bergaris bawah meskipun tulisannya sama. Kapan kata tersebut dibaca dengan tepat tergantung hubungan kata tersebut dengan dengan kata-kata setelahnya, di satu sisi, dan, di sisi lain, tergantung pada pemahaman kita atas jalinan kata tersebut dengan kata-kata yang lainnya. Kata yang bergaris bawah memiliki variasi bacaan sebanyak contoh di atas. Secara berurutan kata tersebut harus dibaca ya’uddu, tu’addu, tu’iddu, ta’ud, ya’iduna, dan ya’du. Masing-masing memiliki arti yang berbeda; menganggap, dianggap, menyiapkan, lagi, menjanjikan, dan lari.
Contoh lain yang berkaitan dengan tata urutan kata dapat diketengahkan di sini.
1.    يبين لنا هذا الخبر الذى سمعنا بعد لحظة.
2.    وقد بلغ الخليفة عمر هذا الخبر.
3.    سأل عمر طلحة عن هذه القضية.
4.    إنما علم محمد التلاميذ الحساب.
5.    إنما علم التلاميذ الحساب محمد.
6.      ذهب أحمد إلي العميد فى المكتب، وسلم عليه وقدم له الأوراق. فحص العميد الأوراق، وقبل أحمد.  
Contoh 1 dan 2 berkaitan dengan kata tunjuk dengan kata benda yang mengiringinya. Pada contoh 1 kata tunjuk berdiri sendiri sebagai subyek bagi kata kerja “yubayyinu”, sementara kata benda “al-khabar” menjadi obyek sehingga dibaca mansub dengan tanda fathah pada huruf “ra’”. Berbalikan dengan contoh pertama, kata tunjuk “haza” pada contoh 2 menyatu dengan kata benda “al-khabar” yang mengiringinya. Kata tunjuk berfungsi sebagai modifier bagi kata benda tersebut. Gabungan dua kata ini berfungsi sebagai subyek yang diletakkan di belakang setelah maf’ul bihi. Kerenanya, kata benda tersebut dibaca marfu’ dengan tanda dammah pada huruf akhirnya, “ra”. Contoh 3, 4 dan 5 berkaitan dengan kata mana yang menjadi subyek dan mana yang menjadi obyek dalam susunan seperti itu. Contoh terakhir berkaitan dengan kata sebelum terakhir, قبل , apakah dibaca qabla, qabila, atau qubila

Pemahaman atas makna pada contoh-contoh di atas dapat menuntun kita pada cara baca yang tepat. Pengetahuan mengenai Nahwu dan Saraf  bersifat abstrak karena ia merupakan konsep tentang aturan dan kaidah. Untuk mewujudkan  konsep yang abstrak tersebut dalam realitas tulisan atau teks dibutuhkan pengetahuan tentang makna atau petanda linguistik. Kedua pengetahuan tersebut saling mengisi dan bertautan erat. Masing-masing tidak dapat ditinggal demi yang lainnya. Keduanya harus selalu hadir dalam proses berbahasa, baik dalam proses pengujaran maupun dalam proses pembacaan. Keduanya bagai dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, di satu sisi, dan di sisi lain bagai uang dalam perwujudannya, kertas atau logam dengan ciri-ciri tertentu, dengan nilai tukar yang dikandungnya.

Dengan demikian, di samping menguasai Nahwu-Saraf, penguasaan kosa kata dengan pola-pola pemakaiannya, yang berkiatan dengan makna, menjadi sangat penting bagi siapa saja yang mempelajari bahasa secara umum, dan bahasa Arab khususnya. Dari sini terlihat jelas, bahwa Nahwu-Saraf saja memang belum, bahkan tidak, cukup untuk menguasai bahasa Arab.
*) Dosen Terjemah Arab-Indo/Indo-Arab

Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 komentar:

Posting Komentar