BEM BSA FAIB official website | Members area : Register | Sign in
Selamat Datang di Website Resmi BEM BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

BEM BSA UIN Sunan Kalijaga

Dalam website ini, Anda dapat mengakses berbagai informasi mengenai UIN, FAIB, Jurusan dan BEM BSA diantaranya:

  • Profil, Berita, Agenda, Forum Diskusi dan Staf BEM BSA. Silahkan klik salah satu menu pilihan yang berada diatas halaman ini.
  • Informasi Mengenai Jurusan dan BEM BSA, seperti profil, visi, misi, tujuan, karya ilmiah, aktivitas akademik, Forum Diskusi, kampus, mahasiswa, galeri foto. Untuk lebih jelasnya, silahkan klik salah satu Kategori yang berada di sebelah kanan halaman ini.
  • Apabila ada kritik, saran dan masukan untuk BEM BSA. Anda bisa menghubungi kami langsung secara online dengan mengirimkan pesan ke alamat email atau ke Kantor sekretariat Kami.

Syukron 'Ala Husni Ihtimamikum

Sejarah Ilmu Tajwid

Sabtu, 23 Juli 2011

Share this history on :
SEJARAH ILMU TAJWID
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah : Tarikh Al-Lughoh Al-‘Arabiyah
Dosen Pengampu : DR. Zamzam Afandi





Disusun Oleh :

Anisatu Thoyyibah 09110038
Muthi’ah Prasong 09110034




PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2010



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1

PEMBAHASAN
Sejarah Ilmu Tajwid 2
Sejarah Perkembangan Tajwid 4
Pengertian Tajwid 6
Pengertian Qiraat 8
Hubungan Qiraat dengan Tajwid 8
Tingkatan Bacaan Alquran 8
Tafsir Ayat 9
Dalil Tentang Tajwid 10

PENUTUP
Kesimpulan 11

DAFTAR PUSTAKA 12








PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran sebagai kitab suci rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam yang didalamnya mengandung berbagai macam ilmu, hukum, teologi, sosial, dan sebgainya. Untuk itu perlu mengetahui dan memahami perbedaan bacaan al-quran serta implikasinya terhadap makna dari lafal itu sendiri.
Al-Quran dipelajari untuk memahami makna atau pesan dibalik teks. Maka untuk mendapatkan makna yang sesuai dengan Al-Quran perlu memahami qiraat dan cara membaca Al-Quran dengan benar, cara membaca Al-Quran dengan baik dan benar bisa dipelajari dengan ilmu tajwid.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah Ilmu Tajwid
2. Sejarah Perkembangan Tajwid
3. Pengertian Tajwid
4. Pengertian Qiraat
5. Hubungan Qiraat dengan Tajwid
6. Tingkatan Bacaan Al Quran
7. Dalil Tentang Tajwid

C. Tujuan
Untuk mengetahui tentang sejarah permulaan munculnya ilmu Tajwid, perkembangannya, pengertiannya serta tingkatan bacannya dan lain sebagainya.









PEMBAHASAN

Sejarah Ilmu Tajwid
Jika dibincangkan kapan bermulanya ilmu Tajwid, maka kenyataan menunjukkan bahwa ilmu ini telah bermula sejak dari al-Quran itu diturunkan kepada Rasulullah SAW. Ini kerana Rasulullah SAW sendiri diperintah untuk membaca al-Quran dengan tajwid dan tartil seperti yang disebut dalam ayat 4, surah al-Muzammil وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا
"Bacalah al-Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan)."
Kemudian baginda Saw mengajar ayat-ayat tersebut kepada para sahabat dengan bacaan yang tarti. Sayyidina Ali r.a apabila ditanya tentang apakah maksud bacaan al-Quran secara tartil itu, maka beliau menjawab "adalah membaguskan sebutan atau pelafalan bacaan pada setiap huruf dan berhenti pada tempat yang betul”.
Ini menunjukkan bahwa pembacaan al-Quran bukanlah suatu ilmu hasil dari Ijtihad (fatwa) para ulama' yang diolah berdasarkan dalil-dalil dari al-Quran dan Sunnah, tetapi pembacaan al-Quran adalah suatu yang Taufiqi (diambil terus) melalui riwayat dari sumbernya yang asal yaitu sebutan dan bacaan Rasulullah Saw.
Para sahabat r.a adalah orang-orang yang amanah dalam mewariskan bacaan ini kepada generasi umat Islam selanjutnya. Mereka tidak akan menambah atau mengurangi apa yang telah mereka pelajari itu, kerana rasa takut mereka yang tinggi kepada Allah S.W.T dan begitulah juga generasi setelah mereka.
Walau bagaimanapun, apa yang dikira sebagai penulisan ilmu Tajwid yang paling awal ialah apabila bermulanya kesadaran perlunya Mushaf Utsmaniah yang ditulis oleh Sayyidina Utsman itu diletakkan titik-titik kemudiannya baris-baris bagi setiap huruf dan perkataannya. Gerakan ini telah diketuai oleh Abu Aswad Ad-Duali dan Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi, apabila pada masa itu Khalifah umat Islam memikul tugas untuk berbuat demikian ketika umat Islam mula melakukan-kesalaha dalam bacaan.
Ini karena semasa Sayyidina Utsman menyiapkan Mushaf al-Quran dalam enam atau tujuh buah itu, beliau telah membiarkannya tanpa titik-titik huruf dan baris-barisnya karena memberi keluasan kepada para sahabat dan tabi’in pada masa itu untuk membacanya sebagaimana yang mereka telah ambil dari Rasulullah s.a.w sesuai dengan Lahjah (dialek) bangsa Arab yang bermacam-macam.
Tetapi setelah berkembang luasnya agama Islam ke seluruh tanah Arab serta jatuhnya Roma dan Parsi ke tangan umat Islam pada tahun 1 dan 2 Hijrah, bahasa Arab mulai bercampur dengan bahasa penduduk-penduduk yang ditaklukkan umat Islam. Ini telah menyebabkan berlakunya kesalahan yang banyak dalam penggunaan bahasa Arab dan begitu juga pembacaan al-Quran. Maka al-Quran Mushaf Utsmaniah telah diusahakan untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam membacanya dengan penambahan baris dan titik pada huruf-hurufnya bagi karangan ilmu Qiraat yang paling awal sepakat apa yang diketahui oleh para penyelidik ialah apa yang telah dihimpun oleh Abu 'Ubaid Al-Qasim Ibnu Salam dalam kitabnya "Al-Qiraat" pada kurun ke-3 Hijrah.
Tetapi ada yang mengatakan apa yang telah disusun oleh Abu 'Umar Hafs Ad-Duri dalam ilmu Qiraat adalah lebih awal. Pada kurun ke-4 Hijrah pula, lahir Ibnu Mujahid Al-Baghdadi dengan karangannya "Kitabus Sab'ah", dimana beliau adalah orang yang mula-mula mengasingkan qiraat kepada tujuh imam bersesuaian dengan tujuh perbedaan dan Mushaf Utsmaniah yang berjumlah tujuh naskah kesemuanya pada masa itu karangan ilmu Tajwid yang paling awal, barangkali tulisan Abu Mazahim Al-Haqani dalam bentuk Qasidah (puisi) ilmu Tajwid pada akhir kurun ke-3 Hijrah adalah yang terulung.
Selepas itu lahirlah para ulama yang tampil memelihara kedua ilmu ini dengan karangan-karangan mereka dari masa ke masa seperti Abu 'Amr Ad-Dani dengan kitabnya At-Taysir, Imam Asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya "Hirzul Amani wa Wajhut Tahani" yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan tokoh-tokoh lain yang sezaman dan yang setelah mereka. Tetapi yang jelas dari karangan-karangan mereka ialah ilmu Tajwid dan ilmu Qiraat senantiasa bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa dipisahkan pembahasannya, penulisan ini juga diajarkan kepada murid-murid mereka.
Kemudian lahir pula seorang tokoh yang amat penting dalam ilmu Tajwid dan Qiraat yaitu Imam (ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari dengan karangan beliau yang masyhur yaitu "An-Nasyr", "Toyyibatun Nasyr" dan "Ad-Durratul Mudhiyyah" yang mengatakan ilmu Qiraat adalah sepuluh sebagai pelengkap bagi apa yang telah dinyatakan Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya "Hirzul Amani" sebagai Qiraat tujuh. Imam Al-Jazari juga telah mengarang karangan yang berasingan bagi ilmu Tajwid dalam kitabnya "At-Tamhid" dan puisi beliau yang lebih terkenal dengan nama "Matan Al-Jazariah". Imam Al-Jazari telah mewariskan karangan-karangannya yang begitu banyak berserta bacaannya sekali yang kemudiannya telah menjadi ikutan dan panduan bagi karangan-karangan ilmu Tajwid dan Qiraat serta bacaan al-Quran hingga hari ini.[1]


Sejarah Perkembangan Tajwid
Dari sejarah pula perkembangan ilmu tajwid bermula sejak zaman Rasulullah SAW, Rasulullah menerima wahyu dari Jibril sudah dengan bertajwid, cuma pada masa itu tidak ditekankan hukumnya dengan terperinci dan dibukukan. Orang yang mula-mula sekali membukukan ilmu ini ialah Imam Al-‘Azim Abu Abid Qasim bin Salam pada kurun yang ke 3 Hijrah. Manakala ada pendapat lain pula mengatakan orang yang mula-mula membukukan ilmu ini ialah Hafs bin ‘Umar al-Duri.
Ilmuan sejarah juga menyatakan perkembangan ilmu tajwid di zaman Rasulullah SAW seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu lain. Walaupun begitu, seluruh hukum yang berkaitan seperti hukum nun sakinah, mim sakinah, mad, waqaf dan sebagainya belum dinamakan dan dibukukan.
Penulisan dalam ilmu tajwid sejak dulu dan sekarang tidak begitu banyak, puncak utama ialah karena pembahasan ilmu itu sendiri yang tidak begitu meluas dan kandungan babnya tidak banyak. Selain dari itu ia lebih tertumpu kepada latihan amali dan jarang sekali didapati ia diajar dalam bentuk kuliah dan perbincangan hukum semata-mata. Kitab yang pertama dalam ilmu tajwid ialah dalam bentuk nazam (syair). Ia telah dihasilkan oleh Abu Mazahim al-Khaqani yang wafat pada tahun 325 hijrah yaitu di akhir kurun yang ke 3 hijrah. Nazam tersebut dianggap yang terawal dalam ilmu tajwid.
Di Malaysia, sejarah perkembangan ilmu tajwid adalah selari dengan sejarah perkembangan Islam. Mengikut pendapat ahli sejarah, Islam mula bertapak di Malaysia pada abad ke 15 di mana Melaka telah muncul sebagai pusat perdangangan yang penting di Asia Tenggara. Para pedagang termasuk pedagang Arab telah datang ke Melaka untuk berdagang. Di samping berdagang, mereka juga menyebarkan Agama Islam. Mengikut sejarah Melayu, Raja Melaka yang pertama yaitu Parameswara telah diIslamkan oleh Sheikh Abdul Aziz dari Mekah pada tahun 1414 yang kemudian menikah dengan puteri Islam dari Pasai. Melalui perkembangan Islam inilah, para mubaligh dari Arab telah mengajar al-Quran dan perkara-perkara lain yang berkaitan dengan sunnah Nabi.
Di dalam pengajaran al-Quran, ilmu tajwid diberi penekanan yang serius agar pembacaan umat Islam betul dan mengikut apa yang telah disunahkan oleh Rasulullah. Usaha mengajar al-Quran dijalankan melalui madrasah-madrasah, rumah-rumah individu (tokoh imam) dijalankan oleh para mubaligh dari negeri Arab. Mereka menjalankan pengajian al-Quran secara bersemuka bertujuan orang yang diajar dapat membaca al-Quran dengan bertajwid, dari sinilah bermulanya perkembangan ilmu tajwid di Malaysia.
Pada peringkat awal ramai mubaligh asing terutama dari arab dan India datang ke Melaka untuk menyebarkan dakwah islam. Setelah beberapa lama lahirlah pula para mubaligh yang terdiri dari anak-anak tempatan Melaka. Mereka inilah yang meneruskan perjuangan menyebarkan islam dan pembacaan al-Quran bertajwid kepada penduduk-penduduk tempatan dan negeri-negeri lain di persekitaran. Konsep dakwah yang disarankan oleh islam turut mempengaruhi faktor penyebaran Islam (Al-Quran dan Syariat Islam). Setiap individu islam bertanggungjawab menyampaikan ajaran ini kepada orang lain, telah menyebarluaskan lagi islam di Malaysia.
Sejarah juga menyatakan bahawa Islam sampai ke Kedah pada 291 H (903 M) dengan penemuan batu nisan tertua di Tanjung Inggris. Di negeri Kelantan pula pada tahun 577H (1181 M) dengan penemuan dinar emas di Kota Kubang Labu, Tumpat. Penemuan Batu Bersurat di Terengganu pada 702H (1302M) membuktikan bahawa negeri Terengganu juga menerima Islam. Ini karena diyakini oleh ahli sejarah Islam bahawa perkembangan pengajian al-Quran dan tajwid juga bermula dari tarikh dan tempat tersebut.
Mengikut sejarah perkembangan ilmu tajwid, penyusun ilmu tajwid yang pertama dalam bahasa Melayu adalah seorang ulama yang bernama Muhammad Salih bin Ibnu Mu’ti bin Syeikh Muhammad Salih al- Kalantani. Asal usulnya tidak diketahui tetapi mengikut sejarah nama di akhir adalah al-Kalantani, berkemungkinan beliau berasal dari Kelantan. (nama ini terdapat dalam sebuah buku karya beliau).
Berdasarkan kepada bukunya mengenai ilmu tajwid, yang bertajuk “Mir’atul Quran fi Tashili Ma’rifati Ahkamit Tajwid lil Mulkil Wahhab” dihasilkan pada tahun 1193H bersamaan 1779M adalah tarikh terawal mengenai ilmu itu yang ditulis dalam bahasa Melayu. Beliau juga telah mengambil kitab tafsir Bahasa Melayu “Turjumanul Mustafid”, Karya Abdul Rauf bin Ali al-Fansuri yang merupakan terjemahan dan tafsir al-Quran yang pertama dalam bahasa Melayu. Buku ilmu tajwid karya Ibnu Syeikh Abdul Mu’ti ini telah disalin semula oleh Tuan Guru Haji Mahmud bin Muhammad Yusuf Terengganu bermula pada tahun 1235 H (1819) M dan disiapkan pada tahun 1265 H bersamaan 1848 M. (mengambil masa sekitar 42 tahun untuk menyiapkannya).
Terdapat juga beberapa orang ulama dari kerajaan Sambas, Indonesia yang telah menulis ilmu tajwid dalam versi Melayu, diantaranya ialah Haji Khairuddin ibnu Haji Qamaruddin Sambas, yang telah menulis beberapa buah buku termasuklah ilmu tajwid tetapi tidak dinyatakan tarikhnya. Kandungannya membincangkan ilmu tajwid secara lengkap untuk peringkat asas (Koleksi tulisan Allahyarham Wan Mohd Shaghir Abdullah, internet 5 Mei 2008 - senin). Seorang lagi Ulama Sambas yang menulis tajwid ialah Haji Mohd Yasin bin Al-Haji Muhammad Sa’ad Sambas di mana buku tajwid yang ditemui di karang oleh beliau ialah “ Ilmu Tajwid”.
Buku ini diselesaikan di Mekah waktu Dhuha, hari Sabtu bersamaan 20 Syawal 1285 H. Kandungannya menjelaskan tentang ilmu Tajwid al-Quran. Pada bagian awal ditulis dalam Bahasa Arab yang diberi makna dalam bahasa Melayu. Bagian kedua semuanya menggunakan bahasa Melayu. Manuskrip ini diperoleh di Pontianak Kalimantan Barat. Ia pernah dimiliki oleh salah seorang keturunan Kerabat Diraja Kerajaan Pontianak. Tarikh Perolehan ialah pada 11 Rabiulawal 1423 H hari Jumat bersamaan 24 Mei 2002 M.

Pengertian Tajwid
Tajwīd (تجويد) secara harfiah bermakna melakukan sesuatu dengan elok dan indah atau bagus dan membaguskan [1] , tajwid berasal dari kata Jawwada (جوّد-يجوّد-تجويدا) dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu Tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci al-Quran maupun bukan.
Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa Tajwid itu adalah suatu cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari sebelum mempelajari ilmu Qiraat Alquran. Ilmu Tajwid adalah pelajaran untuk memperbaiki bacaan Alquran. Ilmu Tajwid itu diajarkan sesudah pandai membaca huruf Arab dan telah dapat membaca Alquran sekedarnya.
Adapun masalah-masalah yang dikemukakan dalam ilmu ini adalah makharijul huruf (tempat keluar-masuk huruf), shifatul huruf (cara pengucapan huruf), ahkamul huruf (hubungan antar huruf), ahkamul maddi wal qasr (panjang dan pendek ucapan), ahkamul waqaf wal ibtida’ (memulai dan menghentikan bacaan) dan al-Khat al-Utsmani.
Pengertian lain dari ilmu tajwid ialah menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan ayat al-Quran. Para ulama menyatakan bahwa hukum bagi mempelajari tajwid itu adalah fardhu kifayah tetapi mengamalkan tajwid ketika membaca al-Quran adalah fardhu ain atau wajib kepada lelaki dan perempuan yang mukallaf atau dewasa.
Untuk menghindari kesalahpahaman antara tajwid dan qiraat, maka perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tajwid, pendapat sebagaian ulama memberikan pengertian tajwid sedikit berbeda namun pada intinya sama sebagaimana yang dikutip Hasanuddin. AF.
” Secara bahasa, tajwid berarti al-tahsin atau membaguskan. Sedangkan menurut istilah yaitu, mengucapkan setiap huruf sesuai dengan makhrajnya menurut sifat-sifat huruf yang mesti diucapkan, baik berdasarkan sifat asalnya maupun berdasarkan sifat-sifatnya yang baru.Sebagian ulama yang lain mendefinisikan tajwid sebagai berikut :
“Tajwid ialah mengucapkan huruf (al-Quran) dengan tertib menurut yang semestinya, sesuai dengan makhraj serta bunyi asalnya, serta melembutkan bacaannya sesempurna mungkin tanpa belebihan ataupun dibuat-buat”.[2]
Rasulullah bersabda : "Bacalah olehmu Al-Qur'an, maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat/pertolongan ahli-ahli Al-Qur'an (yang membaca dan mengamalkannya)." (HR. Muslim)
Rasulullah bersabda : "Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada orang lain." (HR. Bukhori)
Sebelum mulai mempelajari Ilmu Tajwid sebaiknya kita mengetahui lebih dahulu bahwa setiap ilmu ada sepuluh asas yg menjadi dasar pemikiran kita. Berikutnya dikemukakan 10 asas Ilmu Tajwid :
1. Pengertian Tajwid menurut bahasa : Memperelokkan sesuatu.
Menurut istilah Ilmu Tajwid : Melafazkan setiap huruf dari makhrajnya yang betul serta
memenuhi hak-hak setiap huruf.
2. Hukum mempelajari Ilmu Tajwid adalah Fardhu Kifayah dan mengamalkannya yakni
membaca Al-Quran dengan bertajwid adalah Fardhu Ain bagi setiap muslimin dan muslimat yang mukallaf.
3. Tumpuan perbincangannya : Pada kalimah-kalimah Al-Quran.
4. Kelebihannya : Ia adalah semulia mulia ilmu karena ia langsung berkaitan dengan kitab Allah (Al-Quran).
5. Penyusunnya : Imam-Imam Qiraat.
6. Faedahnya : Mencapai kejayaan dan kebahagiaan serta mendapat rahmat dan keridhaan Allah di dunia dan akhirat, Insya-Allah.
7. Dalilnya : Dari Kitab Al-Quran dan Hadis Nabi ( S.A.W )
8. Nama Ilmu : Ilmu Tajwid
9. Masalah yang diperbaincangkan : Mengenai kaedah-kaedah dan cara-cara bacaannya secara keseluruhan yang memberi pengertian hukum-hukum cabangan.
10. Matlamatnya : Memelihara lidah daripada kesalahan membaca ayat-ayat suci Al-Quran ketika membacanya, membaca sejajar dengan penurunannya yang sebanar dari Allah (S.W.T)

Pengertian Qiraat
Sebagaimana yang telah kita pahami mengenai pengertian qiraat bahwa qiraat adalah Ilmu yang mempelajari tentang cara atau metode membaca (pengucapan) lafal atau kalimat al-Quran beserta perbedaan-perbedaanya yang disandarkan kepada orang yang menukilnya (imam), seperti yang menyangkut aspek kebahsaan; I’raab, hadzf, isbat, fashl, washl yang diperoleh dengan cara periwayatan.[3]

Hubungan Qiraat dengan Tajwid
Dari pengertian tajwid dan qiraat diatas terdapat hubungan antara keduanya, bahwa tajwid dan qiraat adalah cara atau metode pengucapan lafal-lafal atau huruf di dalam al-Quran, tajwid lebih bersifat teknis dengan upaya memperindah bacaan al-Quran, dengan cara membunyikan huruf-huruf al-Quran sesuai dengan makhraj serta sifat-sifatnya. Adapun qiraat lebih substansial, yaitu pengucapan lafaz-lafaz al-Quran, kalimat ataupun dialek kebahasaan.

Tingkatan Bacaan Al Quran
Terdapat 4 tingkatan atau mertabat bacaan Al-Quran yaitu bacaan
dari segi cepat atau perlahan.[4]
a. At-Tartil : Bacaannya yang perlahan-perlahan, tenang dan melafadzkan setiap
huruf dari pada makhrajnya yang tepat serta menurut hukum-hukum bacaan tajwid dengan sempurna, merenungi maknanya, hukum dan pelajaran daripada ayat. Tingkatan bacaan tartil ini biasanya bagi mereka yang sudah mengenal makhraj-makhraj huruf, sifat-sifat huruf dan hukum-hukum tajwid. Tingkatan bacaan ini adalah lebih baik dan lebih diutamakan
b. Tahqiq: Bacaannya seperti tartil cuma lebih lambat dan perlahan, seperti membetulkan bacaan huruf daripada makhrajnya, menepatkan kadar bacaan mad dan dengung. Tingkatan bacaan tahqiq ini biasanya bagi mereka yang baru belajar membaca Al Quran supaya dapat melatih lidah menyebut huruf dan sifat huruf dengan tepat dan betul.
c. Al-Hadar: Bacaan yang cepat serta memelihara hukum-hukum bacaan tajwid. Tingkatan bacaan hadar ini biasanya bagi mereka yang telah menghafal Al Quran, supaya mereka dapat mengulang bacaannya dalam waktu yang singkat.
d. At-Tadwir: Bacaan yang pertengahan antara tingkatan bacaan tartil dan Hadar, serta memelihara hukum-hukum tajwid.

::TAFSIR::
Surah Al Muzzammil 4أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw supaya membaca Alquran secara seksama (tartil), ialah membaca Alquran dengan pelan-pelan dengan bacaan yang fasih serta merasakan arti dan maksud dari ayat-ayat yang dibaca itu, sehingga berkesan di hati. Perintah ini dilaksanakan oleh Nabi SAW. Dari Siti `Aisyah beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membaca Alquran dengan tartil, sehingga surah yang dibacanya menjadi lebih lama dari ia membaca biasa.
Dalam hubungan ayat ini Abdullah bin Mugfil berkata:
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم فتح مكة على ناقته يقرأ سورة الفتح فرجع في قراءته
Artinya:
"Aku melihat Rasulullah SAW pada hari penaklukan kota Mekah, sedang menunggang unta, beliau membaca surah Al Fath di mana bacaan itu beliau melakukan tarji' (bacaan lambat dengan merasakan artinya)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pengarang buku Fathul Bayan berkata: Yang dimaksud dengan pengertian tartil ialah kehadiran hati ketika membaca dan tidaklah yang dimaksud itu asalkan mengeluarkan bunyi dari tenggorokan dengan memoncong-moncongkan muka dan mulut dengan alunan lagu, sebagaimana kebiasaan yang dilakukan pembaca-pembaca Alquran zaman sekarang baik di Mesir maupun di Mekah dan sebagainya. Membaca yang seperti itu adalah suatu bacaan yang dilakukan orang-orang yang tidak mengerti agama.
Membaca Alquran secara tartil mengandung hikmah yaitu terbukanya kesempatan untuk memperhatikan isi ayat-ayat yang dibaca dan di waktu menyebut nama Allah si pembaca akan merasa kemaha agungan-Nya. Ketika tiba pada ayat yang mengandung janji, pembaca akan timbul harapan-harapan, demikian juga ketika membaca ayat ancaman, pembaca akan merasa cemas.
Sebaliknya yakni membaca Alquran secara tergesa-gesa atau dengan lagu yang baik tetapi tidak memahami artinya adalah suatu indikasi bahwa si pembaca tidak memperhatikan isi ayat yang dikandung oleh ayat-ayat yang dibacanya.

Dalil Tentang Tajwid
Adapun dalil dalil yang mewajibkan membaca al-Quran dengan tajwid antara lain:
1. Dalil yang pertama di ambil dari al-Quran, Allah swt berfirman yang artinya “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)” [QS:Al-Muzzammil (73):4]. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca al-Quran yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).
2. Yang kedua dalil as sunah ( hadist ), dalam hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah r.a.(istri Nabi SAW), ketika beliau ditanya tentang bagaiman bacaan dan sholat Rasulullah SAW, maka beliau menjawab: ”Ketahuilah bahwa Baginda s.a.w. sholat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah s.a.w. dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu.” (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi).
3. Yang ketiga adalah dalil ijma ulama, adalah telah sepakat para ulama dari zaman Rasulullah sampai zaman sekarang, bahwa membaca alqur’an dengan bertajwid adalah sesuatu yang fardhu dan wajib.












PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian singkat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tajwid telah dikenal pada masa Rasulullah Saw, karena pada saat itu masyarakat sudah tahu cara membaca al-Quran dengan benar. Adapun hubungan qiraat dengan tajwid ialah, tajwid lebih bersifat teknis dengan upaya memperindah bacaan al-Quran dengan cara membunyikan huruf-huruf al-Quran sesuai dengan makhraj serta sifat-sifatnya. Adapun qiraat lebih substansial, yaitu pengucapan lafaz-lafaz al-Quran, kalimat ataupun dialek kebahasaan. Jadi berbicara tentang Tajwid tidak turut pula ketinggalan untuk berbicara Qiraat juga.
Punpula terdapat 4 tingkatan atau mertabat bacaan Al-Quran yaitu bacaan dari segi cepat atau perlahan.
1. At-Tartil : Bacaannya yang perlahan-lahan, tenang dan melafazkan setiap huruf daripada
makhrajnya yang tepat serta menurut hukum-hukum bacaan Tajwid dengan sempurna, merenung maknanya, hukum dan pengajaran daripada ayat.
2. At-Tahqiq : Bacaannya seperti Tartil cuma lebih lambat dan perlahan, seperti membetulkan bacaan huruf daripada makhrajnya, menepatkan kadar bacaan mad dan dengung.
3. Al-Hadar : Bacaan yang cepat serta memelihara hokum-hukum bacaan Tajwid.
4. At-Tadwir : Bacaan yang pertengahan antara tingkatan bacaan Tartil dan Hadar, serta memelihara hukum-hukum Tajwid.





END NOTE :
[1]http://seindah-mawar-berduri57.blogspot.com, diakses 17 Desember 2009.
[2] Hasanuddin. AF.Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam Al-Quran , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1995), hlm. 117-118.
[3] Abduh Zulfidar Akaha. Al-Qur’an Dan Qiroat, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1996), hlm. 118
[4] http://belajartajwid3p.com, diakses pada 19 Desember 2009.

DAFTAR PUSTAKA

Tarib Moh, Sejarah Ilmu Tajwid, http://referensia-ku.blogspot.com: Diakses pada tanggal 30 Desember 2010, Pukul 19.30

Omar Hafidz, Risalah Ilmu - Pengenalan dan Sejarah Ilmu Tajwid, http://typerisalah.blogspot.com, Diakses pada tanggal 30 Desember 2010, Pukul 19.35

Najmi A.R, Sejarah Perkembangan Tajwid, http://azhannoordin.blogspot.com : Diakses pada tanggal 30 Desember 2010, Pukul 19.45

Wales Jimmy, Tajwid, http://www.wikipedia.com, Diakses pada tanggal 30 Desember 2010, Pukul 20.00

AF. Hasanuddin, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam Al-Quran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995

Zulfidar Akaha. Abduh, Al-Qur’an Dan Qiroat, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996

Depag Arab Saudi, Al Qur’an dan Terjemahnya, Madinah Al-Munawwarah: 1430 H
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

1 komentar:

Berkah Rahmah mengatakan...

manfaat bagi yg belajar sejarah ilmu tajwid,terima kasih

Posting Komentar